Surat Akhir Tahun
sumber: pulptastic.com/goodbye-dear-aleppo/ |
31
Desember 2016
Dear Lumut Hati,
Tujuan surat
yang budiman, sore tadi sempat jalan kaki ke beberapa tempat dan memang langit
sedang bagus. Sejak pukul lima lembayung berwarna kuning keemasan hadir, dan petang pun terlihat bersih. Entah kenapa di negara kita memang sedikit orang
yang mau berjalan kaki, padahal para pedestrian
bisa lebih leluasa melihat sekeliling dan lebih peka merasa detak di tiap
jalan kota yang semakin sore semakin suntuk ini.
Di tengah jejalnya orang-orang,
sepeda motor, dan angkutan kota, sayup-sayup lirik lagu terdengar dari sebuah
ruko.
Aku suka singkong, kau
suka keju, oh.
Sewaktu kecil lagu Anak
Singkong adalah lagu yang liriknya tiap kali kudengar akan langsung
menghadirkan cerita-cerita sinetron di pikiranku. Inti ceritanya pasti mengenai kesenjangan sosial dan ekonomi, tapi sore ini dimensi yang aku rasakan
sangatlah berbeda.
Aku suka jaipong, kau
suka disko, oh.
Entahlah, aku merasa justru lirik-lirik lagu ini mewakili
semua perasaan inferior kita terhadap seseorang. Sesungguhnya bukankah diri kita
sendiri yang menetapkan nilai-nilai standar yang kita yakini itu? Kadang memang
rasa itu tak perlu alasan, tapi tugas kita menetapkan pilihan bukan?
Aku dambakan seorang
gadis yang sederhana.
Aku ini hanya anak
singkong.
Mungkin suatu saat Anak
Singkong bisa menjadi salah satu metafor yang canggih jika orang telah banyak menyadarinya, seperti Hujan Bulan Juni dan
Sayap-sayap Patah.
Akhir-akhir
ini aku merasa sangat membutuhkan asupan sastrawi, jujur saja memang aktivitas
keseharian dan agenda yang penuh membuat semangat literasiku menurun. Alhasil
aku hanya sempat membaca Catatan Pinggir
di sela-sela waktuku, sedang mencari Aku Sumandjaya
namun belum dapat.
Kesempatan menulis ini juga mungkin karena libur akhir tahun.
Hah, kau tahu? Aku mulai berpikir bagaimana kalau suatu saat nanti aku
benar-benar kehilangan nalar sastrawiku. Maksudku sense kita tentang puisi, cerita-cerita pendek, dan kritik memang
hanya kita sendiri yang tahu.
Aku mulai resah tentang bagaimana hidup tanpa
menulis, menjadi terkungkung oleh daily
life dan tanpa sadar terus menjalani hidup dengan hanya sesuatu yang
otomatis.
Manis, mungkin kau juga merasakan, bagaimana sebuah paragraf bisa
membuat kita tiba-tiba menangis, tersenyum pongah, kegirangan, dan di saat yang
sama orang-orang tak mengerti apa yang membuat kita bisa seperti itu.
Rasanya
harus baca lagi Sang Alkemis tapi
malas, butuh harum buku baru.
Di sisi lain
tahun ini begitu riuh rendah dengan genosida berkedok normalisasi politik,
entah kenapa aku menjadi semakin benci pada politikus dan agak skeptis dengan
demokrasi dunia. Untung saja aku tidak menjadi seorang anarkis karenanya, mau
jujur atau tidak nasionalisme sempit telah menyebabkan manusia menjadi
orang-orang etnosentris baru dengan dalih jangan mencampuri urusan suatu
negara.
Bagaimana bisa hanya negara-negara adidaya yang bermain dan membuat
tipu daya, alih-alih membuat solusi yang ada hanya berburu minyak dan membunuh
pribumi. Aku kadang berpikir lebih baik kolonialisme yang menulis dengan
congkak Verboden voor
honden en inlander daripada orang-orang
yang luar biasa keparat tapi bermulut manis dan terus berbuat kerusakan.
Entah
bagaimana The Arab Spring ini akan
melahirkan negeri-negeri baru jika terus dirongrong dari luar, sekalinya pemilu
terlaksana hasilnya akan segera berganti pucuk pimpinan boneka jika tak
berjalan sesuai rencana.
Mungkin volume keras Dunia Fantasi-Koil akan relevan, dengan haha dan sedikit tawa
jahat. Aku teringat kata-kata Go Dok Mi, seorang introvert di serial Flower Boy Next Door.
Kebenaran adalah
sesuatu seperti sepotong permen atau coklat saat bungkusnya dibuka. Sama
seperti kulit dibutuhkan untuk melindungi daging dan darah di bawahnya, sebuah
kebohongan diperlukan untuk menutupi kebenaran. Daripada tetap jujur dan
memperlihatkan seluruh lukanya, memasang senyum cerah di wajahnya dan berbohong
terasa lebih aman baginya.
Tahun depan akan semakin banyak
tantangan, tapi seperti halnya tahun ini mudah-mudahan semua akan baik-baik
saja, sehingga lancar dan tak terasa bergulirnya.
Tabik,
Lelaki
Hujan
Teruskan lagi menulisnya :)
ReplyDeleteSiap, pasti!
DeleteRequest surat akhir zaman
ReplyDeleteBerat. Berat.
Delete