Sukiyaki Song
I look up as I was walk
So that the tears won’t fall
Remembering those happy
spring days
But I’m all alone tonight
…
Itulah
terjemahan bebas dari satu bagian lirik Ue
o Muite Arukou atau lebih dikenal luas dengan Sukiyaki Song yang dinyanyikan Kyu Sakamoto. Tidak lama setelah
dirilis tahun 1961, lagu ini meledak dan diputar di seluruh dunia.
Bahkan pada tahun
1963, Sukiyaki Song menempati urutan
teratas Billboard Hot 100 di Amerika Serikat.
Lagu ini tentu
saja pada awalnya dibawakan dalam bahasa Jepang, anehnya bagaimana bisa
orang-orang di seluruh dunia ikut tenggelam; menyanyikan lagu yang kemungkinan
sebagian besar mereka tidak mengerti apa maksudnya?
Contoh di
Indonesia, lagu ini sangat terkenal di dekade 80-an, menyusul kematian sang
penyanyi Kyu Sakamoto di tahun 1985 membuat lagu ini semakin fenomenal kala
itu.
Bermula dari
lagu Nyanyian Kode yang digubah oleh Warkop DKI tahun 1980 yang mengambil-acak
lirik dan melodi Sukiyaki Song. Tapi
yang menarik, berkat Warkop DKI pada akhirnya versi lagu parodi tersebut
menjadi lebih familiar di telinga kita ketimbang versi aslinya.
Agak sulit kita
memahami bahwa Sukiyaki Song
sebenarnya adalah lagu yang sarat akan pesan kekecewaan, sebab lirik yang
kadung familiar bagi kita orang Indonesia–merupakan lirik guyonan Warkop DKI
yaitu, “Yang baju merah jangan sampai lolos!”
Sang pencipta
lagu, Rokusuke Ei menulis lirik lagu ini sambil berjalan pulang dari
demonstrasi mahasiswa Jepang pertengahan tahun 1960. Kegiatan demonstrasi itu
memprotes intervensi dan kehadiran militer AS di Jepang pasca Perang Dunia II.
Begitulah pada awalnya kisah Sukiyaki
Song tercipta.
Secara sekilas
melodi yang hadir terkesan lembut dan gembira, namun lirik sebenarnya
menggambarkan kesedihan Ei ketika kembali dari protes terhadap Perjanjian Anpo.
Inilah yang
menimbulkan pertanyaan di awal, katakanlah konteks penciptaannya dan cara orang
menikmati lagu tersebut telah berbeda. Tidak salah memang, tapi ini menarik.
Betapa pun Sukiyaki Song telah
menjadi lagu yang didengar orang di hampir seluruh dunia.
Saya menerka
kemungkinan utamanya adalah karena pilihan diksi Ei, dimana kata-kata yang
digunakan begitu sederhana dan disuling dari pengalaman puitik penulisnya.
Ditambah
keutuhan nuansa yang dijalin oleh lagu tersebut memang apik, sehingga lagu ini
dapat terhubung dengan segala macam perasaan kehilangan yang lebih luas.
…
Happiness lies
beyond the clouds
Happiness lies
above the sky
I look up when I walk
So the tears won't fall
Though my heart
is filled with sorrow
For tonight I'm all alone
…
Sukiyaki Song secara sublim mampu
menangkap kekecewaan dan perasaan tidak berdaya sebagai seorang manusia merdeka,
dan di sisi lain ada nada haru yang sulit dijelaskan bersamaan dengan timbul
tenggelamnya kenangan.
Selepasnya, beberapa
tahun setelah Sukiyaki Song menjadi
lagu Jepang terlaris, kita melihat banyak kejaiban. Negara yang hancur karena
kekalahan (atau kelelahan) perang dan bom atom itu tiba-tiba melesat dengan pertumbuhan
ekonomi yang sangat hebat.
Lalu suasana Sukiyaki Song pun terasa kental hingga
Olimpiade 1964 di Tokyo. Sebuah perhelatan yang seakan menggambarkan Jepang
yang baru.
…
Remembering those happy autumn days
But tonight I'm all alone
Sadness hides in the shadow of the stars
Sadness lurks in the shadow of the moon
I look up when I walk
So the tears won't fall
Though my heart is filled with sorrow
For tonight I'm all alone
…
Begitulah Sukiyaki Song, lagu ini mengajarkan keteguhan pada kita, Keteguhan agar tidak membiarkan kepedihan masa lalu membuat air mata kembali menganak sungai di pipi, padahal kita sedang tertatih dan diharuskan terus berjalan ke masa depan.
Yaa dengan sendirian tak berdaya karenanya bersatulah untuk berjaya apalagi tujuan bahagia kembali ke kampung akhirat puncaknya
ReplyDeleteJalan sederhana sadarkan pemikiran tawan hawa nafsu kembali pada Penguasa Hidup bukan kapitalisme bukan komunisme bukan yang tak diridhoi Sang Malik..
Coba sukiyaki ini didasari Rahmatan Lillalamiiin