Menjadi Ayah
ArtJog, 11 Agustus 2022 Muara Labuah, 1 Oktober 2022 Manisku, Kutulis surat ini selepas shubuh yang sepi. Hujan menampiaskan malam. Tak memberikan waktu sedikit pun bagiku untuk keluar melihat kota menjelang padam. Sedang di dadaku terus bergema namamu. Seperti biasa -- apakah kau bisa mendengarnya kali ini? Namamu menjelma kerawanan, setiap pagi. Selalu menjadi sisa malam yang tak pernah bisa kutolak. Selepasnya aku hanya bisa mengakui bahwa aku merindukanmu. Manisku, Kutulis surat ini di tempat yang dulu hanya bisa kukenal dari atlas atau peta di dalam kelas. Kota-kota yang kukunjungi selama beberapa waktu terakhir ini barangkali adalah tempat moksa terbaik. Kota yang lekas mati bila minyak bumi tak ada lagi. Kota kosong yang diisi kesibukan pegawai, perantau, dan pelanggar aturan lalu lintas. Namun bukankah semua kota telah menjadi demikian? Tak ada yang ingin terikat dengan tempat semacam itu. Tak ada yang hendak pulang untuk menghadapi rutinitas kemarahan demi kemarahan. Manisku,