Surat Untuk FM
Surat Untuk Perempuan
yang Mengenakan Sweater Ungu
Kita adalah hasil kesadaran
perbuatan kita di masa lalu, laiknya cheetah berpengalaman yang mengejar antelope atau wild the beast pasti berlari dengan strategi bukan hanya dengan
energi, di sisi lain wajah kemanusiaan memilki sebuah keharusan dimana secara
intuitif mereka selalu ingin bergerak pada kesucian, maka noktah-noktah hitam
di hati harus terus dengan sabar dihilangkan.
Ada gelora-gelora tertentu dalam
hidup kita, dan salah satunya sering kita sebut
dengan nama cinta. Beberapa pujangga berkata bahwa cinta tak perlu
definisi, agaknya aku menisbikan pendapat itu, mungkin aku menjadi orang yang
mengalami sendiri pentingnya mendefinisikan cinta. Definisi menentukan arah
perasaan dan kemana orientasi implikasinya berjalan.
Baru kupahami sekarang bahwa setiap
apa yang terjadi pada diri kita di dunia ini ialah cobaan, termasuk menjadi
seorang yang famous, dan itu
kurasakan dulu. Kata pujian pada dasarnya hanyalah bualan sesaat ketika kau
berada di atas roda kehidupan, Tidak ada kekaguman yang berlangsung lama,
sederhana saja karena objek yang dikagumi pun sifatnya fana. Namun penyesalan
dan rasa sakit bisa hinggap lebih lama dari kenangan tentang kebahagiaan dan
canda tawa.
Aku, orang yang wajahnya baru
dihinggapi acne ketika berumur 17
tahun, ingin memaknai cinta lebih dini ketika awal-awal masa pubertas. Jujur
saja fenomena masif hubungan tanpa status hukum dan status sosial antara lawan
jenis begitu kuat pengaruhnya terhadap remaja, termasuk aku. Disinilah aku
keliru memaknai cinta, bagiku dulu ihwal itu hanya sekedar perasaan suka
picisan terhadap fisik, kesamaan persepsi, dan sebagainya yang terperangkap
dalam tataran konkret yang fana. Tapi setelah apa yang kulalui dalam
tahun-tahun terakhir umurku kiranya cinta tak semudah mengartikan mengapa
langit berwarna biru. Kompleksitasnya membuat gelora ini masih menjadi tema
paling disukai dalam setiap perbincangan penyair hingga aktivis sosial, dari
mulai obrolan warung kopi hingga kurator Museum Louvre, dari mulai yang termuat di majalah pinggir jalan sampai yang
sedang diteliti pada manuskrip yang tersimpan di reruntuhan Baghdad.
Sialnya kau tahu, pemaknaan cinta
yang salah ini membuat banyak kebingungan ternyata. Orang-orang yang mengikuti
arus pada akhirnya takkan pernah mengenali dirinya sendiri. Ada beberapa
ekspektasi yang jauh sekali dengan realita, alih-alih mendapatkan sahabat pena,
yang tersedia hanya sesuatu yang begitu norak dan naif, entahlah atau aku yang
terlalu alegoris menghakimi definisi cintaku waktu itu. Dengan tanpa banyak
pertimbangan aku jauhkan dirimu dari semua kerumitan ini secara sepihak. Tapi
baru kusadari pada 3 tahun yang lalu, ada hati yang tersakiti rupanya, ada
korban dari buruknya komunikasi seorang introvert melankolis-aku-yang tak
sengaja salah mendefinisikan cinta dan dengan teledor mengakhirinya. Biar
kuperjelas, dan sial yang kedua korban kasus kesalahan pragmatik ini ialah
seorang perempuan yang mengenakan sweater ungu yang dengan manisnya menungguku
seharian demi ingin membersamai pulang walau berpisah di hadapan angkutan umum
dan dengan manja melambaikan tangannya. Ah, perempuan tulus yang nahas menjadi
kelinci percobaan seorang lelaki tanggung yang sedang giatnya mencoba segala
hal pada waktu itu. Mungkin ada kesan bahwa aku menggantungkan keadaan kita
dulu dalam artian konotatif. Maka hanya maaf yang mampu kuminta darimu, tak
sampai hati aku berbuat semacam itu walau dulu aku cukup jijik akan hal-hal
ini. Kupikir ini hanya kesalahan menetapkan nilai, orientasiku dulu hanya
bermain-main sedangkan kau agaknya sebaliknya. Jadi maafkan aku,
sumber: pinterest.com
Terakhir, aku ingin memberikan
penyadaran padamu bahwa definisi cinta yang sebenarnya hanyalah ketulusan
memberi, maka pada dasarnya dan puncaknya hanya akan terjadi pada pernikahan,
dan kukira semua orang berakal setuju akan hal itu. Jadi untuk apa kita bersedih
pada orang yang belum tentu mampu memberi segala yang ia punya untuk menemani
sisa hidup kita? Beruntunglah orang yang mampu mendapatkan konklusi seperti itu
tanpa harus terjun langsung bereksperimen sepertiku.
Kuharap setelah kau membaca semua
kata yang termuat ini tidak ada lagi aksi membuang muka tanda tak kenal karena
benci, mari kita buka sumbu-sumbu kemudahan hidup dengan memperluas
persaudaraan.
Tabik,
Gian Bakti Gumilar
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSetuju
DeleteKang aku mau izin ngakak ya hahahahaha aku tahu siapa yang dimaksud.
ReplyDeleteIya dimaklumi lah jaman SMP kan ya? Hahaha, emang SMP adalah masa-masa paling indah untuk pubertas,maen seenak jidat tanpa mikirin paper dan rapat rapat sampah. Ah kangen jadinya.
Wah akang nikah oriented pisan ey, ya didoain lah kang biar lancar hehehehe
Ya elah hahaha
DeleteAamiin