Merawat Bunga
sumber: dokumen pribadi
28 Juli 2015
Kita
melihat bunga-bunga cosmos yang begitu ikhlash melepaskan setiap kelopaknya,
terbawa angin musim semi yang semilir dan hangat penuh harapan. Orang-orang
lebih memilih memetiknya, menempatkan keindahannya dalam gelas dan kristal
kaca. Tapi izinkanlah aku merawatnya, seperti aku merawat kenangan yang
berkelindan agar tak usang. Karena hasratku bukan untuk memiliki, namun
biarkanlah dunia menyaksikan juga keindahannya, dan akhirnya tak terasa kita
pun menjadi tua.
Menikmati tumbuhnya tunas-tunas baru yang dengannya kita
saling mendekap. Kelopak-kelopaknya mulai menutup tubuh kita yang kian renta
berjalan, saling membalas senyuman dan mempererat genggaman tangan.
Narcissus mungkin tak pernah mau
bercermin seharian, tapi keadaan yang memaksanya demikian. Hingga bunga jonquil
tumbuh setanggi di tempat ia jatuh tenggelam dalam suasana, dalam deru kaku
aku. Andai saja yang tumbuh ialah bunga krisan, mungkin sedikit keceriaan akan
menghibur telaga & hutan yang setiap waktu menyaksikan. ‘Pabila yang muncul
ialah bunga anyelir, setidaknya peri-peri mempunyai obat lain yang tak kalah
memukau dari paras Narcissus. Namun jonquil punya segalanya. Seluruh imaji dan
khayalan Narcissus tentang hidupnya. Keagungan yang memilukan.
***
23 Agustus 2015
Setanggi sunyi, setanggi sepi.
Setanggi dandelion, setanggi azalea. Hati itu penuh jalur akan sebuah pelarian,
berlari ke dalam diri yang hening. Uniknya merawat kenangan, seperti merawat
luka dari duri mawar yang tertancap. Kadang begitu perih merintih, sedang
lanjutnya tersenyum tipis, teringat asal luka yang begitu manis. Aku menatap
lukaku sendiri.
Setanggi sunyi, setanggi sepi.
Setanggi anggrek, setanggi melati. Memilah-milah hingga lelah, mana yang akan
tersimpan dan yang akan terlupakan.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWah ada copyright tuh, jangan dipakai polanya.
DeleteEh ampun pak, niatnya cuma nerusin haha
Delete